Minggu, 05 Oktober 2008

The Good leader

Pendahuluan
Kita seringkali berpikir dan berimajinasi untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil dan punya banyak pengikut. Di dunia post moderen ini, banyak orang juga mempunyai cita-cita dan harapan yang sama dengan kita. ada banyak bukti untuk mendukung argument ini, seperti: banyak terbitnya buku mengenai kepemimpinan yang sukses dan berhasil, buku-buku psikologi yang mendorong dan merangsang untuk menjadi orang pemimpin yang sukses dan yang terakhir adalah banyak organisasi yang mendadakan seminar mengenai kepemimpinan yang sukses dan berhasil.
Oleh karena itu, berdasarkan data di atas, kita akan melihat kepemimpinan yang berhasil dari segi alkitabiah. Kita akan menemukan banyak prinsip kepemimpinan di dalam alkitab. Dalam paper ini, kita hanya akan berfokus di dalam kitab Hakim-Hakim.

Visi
Pemimpin yang berhasil sangat memerlukan visi. Jika kita melihat Kitab Hakim-Hakim, maka kita akan menemukan bahwa setiap pemimpin selalu mempunyai visi. Kalau kita hendak mengamati lebih teliti lagi, maka kita akan menyimpulkan bahwa pemberi visi itu adalah Allah sendiri (Hakim 3:9, 15; 4:6; 6:7, 14; 13:3, 14: 4, dll.). Memang kita tidak menemukan secara langsung di dalam Kitab Hakim-Hakim bahwa Allah memberikan visi kepada hakim-hakim, tetapi kita menemukan secara jelas bahwa setelah Allah mendengar seruan dari Bangsa Israel, Allah membangkitkan seorang pemimpin atau penyelamatan untuk membebaskan Bangsa ini. Jadi frasa “Allah yang membangkitkan seorang pemimpin atau penyelamatan” berarti juga bahwa Allah memilih dan memberi visi yang jelas kepada hakim-hakim tersebut, yaitu membebaskan Bangsa ini dari negara jajahan dan membawa Bangsa Israel kembali kepada Tuhan.

Ketaatan kepada Perintah Tuhan atau Komitmen kepada Tuhan
Pemimpin yang berhasil harus menunjukkan ketaatannya kepada semua perintah Tuhan. Di dalam kitab hakim-hakim, kita menemukan pemimpin-pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang memperlihatkan ketaatan mereka kepada perintah Tuhan atau komitmen mereka kepada Tuhan, walaupun perintah itu kadang-kadang tidak masuk akal. Gideon adalah pemimpin yang sukses dan berhasil. Ia menunjukkan ketaatannya ketika ia harus berperang melawan Bangsa Midian hanya dengan membawa 300 orang (Hakim-Hakim 7). Debora dan Barak juga adalah pemimpin sukses. Ia memperlihatkan ketaatan kepada Allah ketika mereka maju berperang melawan Bangsa Kanaan (Hakim-Hakim 4). Hasil dari ketaatan mereka atau komitmen mereka, Allah membuat mereka menjadi pemimpin yang berhasil.

Memberikan Kemuliaan Kepada Allah
Dalam Kitab Hakim-Hakim, kita menemukan suatu sikap pemimpin yang layak dan patut ditiru, yaitu: mereka memberikan keberhasilan kepemimpinan kepada Tuhan semata-mata. Dengan kata lain, mereka mengatakan bahwa Tuhan adalah sumber keberhasilan mereka. Mereka mengatakan demikian, karena mereka melihat sendiri bahwa yang berperang sebenarnya adalah Allah dan bukan mereka. Dalam Hakim-Hakim 8: 23, walaupun dengan kata yang berbeda, Gideon mengembalikan segala kemuliaan, keharuman, dan keberhasilannya kepada Tuhan. Dalam Hakim-Hakim 5: 1-31, Debora menyanyikan lagu yang isinya berisikan pengagungan kepada Tuhan, karena Tuhan telah memberikan kemenangan kepada mereka. Dengan kata lain, dari kedua tokoh hakim ini, kita dapat menyimpulkan bahwa mereka mengembalikan keberhasilan mereka kepada Tuhan, karena mereka melihat bahwa Allah sendiri adalah tokoh dibalik keberhasilan mereka.

Diperlengkapi oleh Roh Kudus
Kita selalu menemukan frasa Roh Allah menghinggapi dia atau berkuasa Roh Tuhan atas dia di dalam kitab Hakim-hakim (3:10; 11:29; 14: 19). Para penafsir setuju kedua frasa dapat diartikan sama dengan baptisan Roh Kudus bagi orang percaya di dalam Perjanjian, karena setelah mereka dihinggapi oleh Allah, mereka dimampukan oleh Allah untuk melakukan hal-hal yang besar. Seperti halnya para rasul di dalam Buku Kisah Para Rasul. Jadi di dalam Kitab Hakim-Hakim, kita dapat menyimpulkan bahwa seorang pemimpin yang sukses dan berhasil adalah seorang pemimpin yang mengijinkan Roh Allah berkuasa di dalam dirinya.

Sifat yang Bertobat atau Sifat mau Bangkit dari Kegagalan
Kehidupan Simson memberikan contoh teladan bagi pemimpin masa kini. Di dalam Kitab ini, kita menemukan bahwa Simson berhasil bangkit kembali dari kegagalannya. Dengan kata lain, seorang pemimpin dapat mengalami kegagalan. Namun yang membedakan pemimpin yang berhasil dan sukses dengan yang tidak berhasil adalah apakah mereka mampu dari keterpurukan atau kegagalan di dalam kehidupannya?

Menyadari Kelemahan Pribadi
Kalau kita meneliti kitab ini, kita akan menemukan secara tidak langsung kitab ini memberikan wejangan untuk mengetahui apa kelemahan pribadi kita masing-masing. Dengan kata lain, kitab ini menyatakan seorang pemimpin yang berhasil adalah seorang yang mampu mengenali kelemahan-kelemahan pribadinya sendiri. Kitab ini memberikan contoh pemimpin yang tidak berhasil mengenali kelemahan, seperti: Simson tidak menyadari kelemahannya terhadap wanita (Hakim 13-16). Gideon tidak mengenali kekurangan mengenai harta (Hakim 8). Dampak dari sikap ini, akhirnya membawa akhir yang kurang menyenangkan di dalam era kepemimpinan mereka. Emas yang dikumpulkan oleh Gideon menyebabkan Bangsa Israel berbalik dari Allah (13: 27). Wanita yang cantik dan menawan akhirnya membuat Simson kehilangan kekuatannya dan mati secara tragis dan menyedihkan (Hakim 16). Jadi pemimpin yang berhasil harus mengenali kelemahan-kelemahan yang dimilikinya.

Aplikasi di Masa Sekarang
Prinsip kepemimpinan pertama yang dapat kita peroleh dari Kitab ini adalah seorang pemimpin memerlukan visi. Tanpa visi yang jelas, maka seorang pemimpin tidak akan memimpin dengan baik karena dia tidak tahu mau dibawa kemana pengikutnya? George Barna mengatakan demikian “adanya visi dan penyampaian serta penyebarluasan visi oleh para pemimpin kepada anggota jemaat menghasilkan suatu mata rantai pertumbuhan jemaat secara kualitas (rohani) dan kuantitas.” “Jika jemaat mengenali visi dan bergabung dengan gembala untuk mewujudkan visi tersebut, hal tersebut akan memberdayakan gereja menuju suatu tujuan bersama. Pada akhirnya visi tersebut mendapatkan kekuatan guna memacu pencapaian hasil akhir yang besar dan luar biasa” menurut Jerry C. Wofford. John C. Maxwell mengatakan
visi adalah segala-segalanya bagi seorang pemimpin. Visi itu benar-benar tidak tergantikan karena visilah yang memimpin para pemimpin. Visi melukiskan sasarannya. Visi memicu serta membakar semangat dan mendorong pemimpin untuk maju. Visi juga merupakan pemicu orang lain untuk menjadi pengikut dari pemimpin tersebut. Seorang pemimpin yang tidak memiliki visi takkan ke mana-mana. Paling banter, ia akan berlari di tempat.
Selain itu, kitab Hakim-Hakim memberitahukan kepada kita bahwa sumber visi itu adalah Allah sendiri. George Barna juga mendukung pendapat ini. Ia mengatakan visi itu mempunyai tiga aspek yaitu kenali diri sendiri, pelajari lingkungan anda, dan kenali Allah…Pemimpin Kristen di dalam kehidupan dan pelayanannya telah memberikan suatu kesimpulan bahwa tidak akan pernah dapat menemukan visi tanpa mengenal lebih dulu Si Pemberi visi, yang tidak lain adalah Allah. Di buku yang lain, Barna juga mengatakan
visi sejati berasal dari Tuhan. Bila kita secara pribadi memunculkan suatu visi tentang masa depan, visi kita ini bisa keliru, kurang dan terbatas; visi Tuhanlah yang sempurna dalam segala hal. Hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untuk kita; hanya Dia yang cukup memperhatikan kita sehingga Dia memanggil para pemimpin ke depan dan menanamkan visi-Nya di dalam diri mereka demi kepentingan semua pihak.
Prinsip kedua adalah seorang pemimpin yang berhasil harus menunjukkan ketaatan kepada perintah Allah atau komitmen kepada Tuhan. George Barna mengatakan bahwa “seorang pemimpin yang berhasil hanyalah seorang serdadu yang mendapat perintah untuk melaksanakan tugas. Pekerjaan saya adalah hadir setiap hari, siap bekerja, dan mematuhi pengarahan yang diberikan-Nya.” John R. Mott mengatakan bahwa yang membedakan pemimpin besar dan berhasil dengan pemimpin yang tidak berhasil adalah ketaatan dan komitmen mereka kepada Tuhan. Dengan kata lain, ia mengatakan bahwa dengan ketaatan dan komitmen yang mutlak kepada Allah, maka seorang pemimpin akan melihat perkara-perkara besar terjadi di dalam era kepemimpinannya.
Prinsip yang ketiga adalah seorang pemimpin yang sukses mengatakan bahwa Allah adalah sumber keberhasilannya. Dengan kata lain, ia mengembalikan keberhasilannya kepada Allah. Setiap pemimpin tidak mudah untuk melakukan hal ini, karena setiap pemimpin hendak diakui kehebatan dan kesuksesannya. Dengan kata lain, seorang pemimpin selalu punya kecenderungan untuk mengatakan bahwa keberhasilan dan kesuksesan ini karena saya. Selain itu, Ia juga mengatakan “Allah ada di balik semua keberhasilan seorang pemimpin. Jadi betapa luar biasa kehormatan yang kita terima selama memimpin untuk memuliakan Tuhan.
Prinsip yang keempat adalah seorang pemimpin yang besar adalah seorang pemimpin yang mau bangkit dari kegagalannya. Yang membedakan pemimpin yang berhasil dengan yang tidak sukses adalah bagaimana pemimpin tersebut mengambil sikap terhadap kegagalan di dalam karier kepemimpinannya. Froude mengatakan bahwa sukses atau tidak seorang pemimpin tidak dilihat dari satu kegagalan saja, tetapi dilihat dari keseluruhan hidupnya. Respon seorang pemimpin terhadap kegagalan akan menentukan apa karier kepemimpinannya akan selesai sampai di sini atau akan bertahan dan sukses sampai pada masa akhir hidupnya. Sander mengatakan bahwa pertobatan yang mendalam dan kenyataan kasih kepada Kristus, bahkan telah membuka kembali kesempatan ke arah pelayanan yang lebih luas dan besar…suatu penyelidikan terhadap tokoh-tokoh Alkitab menyatakan bahwa sebagian besar orang yang membuat sejarah adalah orang-orang yang gagal dalam beberapa bidang, dan sebagian lagi gagal secara drastic, tetapi mereka tidak mau terus berbaring dalam debu. Kegagalan dan pertobatan mereka menjamin adanya satu konsep mengenai kasih karunia Allah yang lebih luas.
Prinsip yang kelima adalah pemimpin yang diurapi oleh Roh Kudus atau pemimpin yang dimampukan oleh Roh Kudus. Setiap pemimpin Kristen harus memiliki kriteria ini. Dengan kata lain, inilah adalah syarat mutlak yang harus dimiliki oleh pemimpin Kristen. Sander mengatakan “kepemimpinan rohani hanya dapat dilakukan oleh orang yang penuh dengan Roh. Memang sifat-sifat lain untuk kepemimpinan rohani juga diperlukan, tetapi syarat ini adalah syarat pertama dan mutlak harus ada di dalam setiap pemimpinan rohani.” Bahkan Sanders berani menambahkan, “betapapun cerdasnya seseorang secara akal, betapapun mampunya ia untuk menjadi pemimpin, tetapi tanpa perlengkapan yang terpenting ini, ia tidak akan dapat menjadi seorang pemimpin rohani yang sejati.”
Prinsip yang keenam adalah pemimpin yang menyadari kelemahannya. Dengan mengetahui dan menyadari kelemahannya masing-masing, maka pemimpin selalu sadar dan berjaga-jaga, sehingga kepemimpinannya dapat berjalan dengan baik dan berhasil. Jay A. Conger mengatakan salah satu masalah yang dapat membuat seorang pemimpin kharimatik tidak berhasil adalah kegagalan menyadari kekurangannya. Seperti telah tertulis pada bagian sebelumnya, Barna mengemukakan tiga element dari suatu visi, yaitu kenali diri sendiri, kenali lingkungan dan kenali Allah. Di dalam bagian kenali diri anda sering, seorang pemimpin diminta untuk benar-benar mengoreksi dan mengenali apa kelebihannya, apa kelemahannya, apa karunia yang dimilikinya, apakah dia orang yang emosional, dll. Dengan kata lain, kalau kita mengenali dan mengetahui kekurangan dan kelemahan kita, maka kita telah mempunyai satu aspek atau segi untuk menjadi pemimpin yang berhasil.
Jadi di dalam Kitab Hakim-Hakim, kita menemukan enam prinsip kepemimpinan yang dapat diterapkan di dalam kehidupan di masa sekarang. Keenam prinsip itu adalah seorang pemimpin harus mempunyai visi, seorang yang diurapi oleh Tuhan, seorang yang mengenali dan mengetahui kekurangannya, seorang yang mau bangkit dari kegagalannya, seorang yang penuh dengan komitmen dan seorang yang menyadari bahwa sumber keberhasilannya adalah Allah sendiri.

Tidak ada komentar: