Jumat, 28 Maret 2008

Ketidaksetiaan Versus Kesetiaan

Ketidaksetiaan Versus Kesetiaan (Mazmur 106)
Sejarah adalah sesuatu yang selalu diingat, dikenang, bahkan dipelajari oleh kumpulan orang.
o President RI: setelah presiden pertama dan kedua. Indonesia belajar dari sejarah, sehingga pihak pemerintah telah mengambil keputusan bahwa seseorang hanya dapat menjabat fungsi/jabatan president sebanyak dua periode.
o 17 Agustus: adalah hari kemerdekaan Bangsa ini. ketika kita mengenang, mengingat dan mempelajari sejarah tersebut, kita diajak untuk mau bekerja keras sama seperti apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan sebelumnya.
Pada pagi hari ini, kita ingin mempelajari sejarah Bangsa Israel. Sejarah Israel membuktikan bahwa kesetiaan Allah mengalahkan ketidaksetiaan Bangsa Israel. Bukankah catatan sejarah kehidupan kita juga memiliki karakteristik yang sama seperti Bangsa Israel.

1. Kita seringkali tidak mengerti dan tidak ingat akan pekerjaan Tuhan dalam kehidupan kita sama halnya dengan Israel (ayat 7, 13, 21).
a. Phrase “tidak mengerti” memberi kesan bahwa mereka tidak memberi perhatian yang khusus kepada peristiwa-peristiwa yang Allah telah berbuat di Mesir. Bahkan phrase “tidak ingat” menambah kesan kepada phrase “tidak mengerti.” Ayat 12 memberikan dasar kenapa mereka tidak memperhatikan dan tidak mengerti perbuatan dan pertolongan Allah di dalam kehidupan mereka, yaitu sikap tidak percaya. Jadi mereka bukan hanya tidak mengerti perbuatan Allah dan juga tidak mengingat perbuatan-perbuatan besar itu. yang lebih mereka tidak percaya kepada Allah. dan akhirnya mereka memberontak kepada Allah
b. Bukan kita seringkali melakukan hal sama dengan Bangsa Israel. Seringkali kita tidak percaya kepada Allah, tidak menaruh perhatian kepada peristiwa-peristiwa besar yang Allah pernah lakukan dan kita tidak mengingat lagi hal-hal tersebut. Bahkan mungkin kita seringkali memberontak, dan tidak taat kepada Allah. Seharusnya, “pertolongan-pertolongan/ perbuatan-perbuatan Tuhan di masa lalu menjadikan kita pantang menyerang di masa kini, dan selalu memandang masa depan dengan optimis. Marilah kita membangun monumen-monumen, yang dapat mengingatkan kita akan pertolongan dan perbuatan Allah di dalam kehidupan kita. janganlah membuat batu nisan-batu nisan bagi setiap perbuatan Tuhan di dalam kehidupan kita.

2. Seperti Bangsa Israel, kita merasa iri dan cemburu kepada orang lain (ayat 16 – 18).
Cuplikan ayat ini berasal dari cerita yang terdapat di dalam bilangan 16 (korah, Dathan, dan Abiram) merasa iri hati akan kedudukan Musa dan Harun. Mungkin mereka merasa bahwa mereka juga harus memiliki kedudukan dan jabatan yang sama seperti harun dan musa? Mungkin sekali, mereka juga beranggapan bahwa mereka memiliki kredibitas yang lebih baik dari musa dan harun, karena mereka didukung oleh Bangsa Israel.
o Bukankah kita seringkali melakukan hal yang sama dgn Bangsa ini. Seringkali mungkin kita cemburu/iri hati kepada teman-teman kita yang Tuhan telah pakai dengan luar biasa. Seringkali kita iri hati/cemburu kepada teman kita, karena kita merasa bahwa kita memiliki kemampuan yang lebih woo…lebih baik…bahkan lebih dashyat dibandingkan dengan orang itu.

3. kita sama halnya dengan Israel, menyembah tuhan yang lain/berhala (19, 28, 36, 38)

cerita pada ayat 19 – 23 adalah kutipan dari Keluaran 32. Dalam cerita itu, Bangsa Israel meminta kepada harun untuk membuat allah lain yang akan memimpin dan berjalan di depan bangsa ini. jelas sekali perbuatan ini melanggar hukum perintah Allah yang kedua.
Ayat 36 adalah cuplikan dari cerita ketika mereka telah memasuki tanah kanaan/tanah perjanjian. Namun mereka kembali menukar Allah yang telah
mengeluarkan mereka dari tanah mesir dengan ilah-ilah dari bangsa lain.

o Bukankah kita seringkali melakukan hal sama dengan mereka. Mungkin tanpa kita sadari, kita telah menggantikan Allah kita dengan hal yang lain. Memang kita tidak membuat patung yang menyerupai benda di langit dan menyembahnya. Namun, bukankah kita seringkali menggantikan Allah yang menyelamatkan kita dengan hal yang lain. Seringkali kita menggantikan Allah dengan kesuksesan kita. Seringkali kita mungkin menggantikan posisi Allah kita dengan pacar kita. Atau kita seringkali menukarkan kedudukan Allah dengan jabatan/karir. Ingat ketika kita melakukan hal yang lain melebihi dari apa yang kita lakukan kepada Allah, itu berarti kita sedang melakukan hal sama dengan bangsa Israel.

4. Sepertinya hal Israel, kita seringkali tidak mentaati perintah Allah (ayat 24-27; 34 –39).
Ayat 24 – 27, menggambarkan ketidakpercayaan kepada apa yang Allah telah janjikan kepada mereka. Allah berjanji akan memberi tanah yang kaya dan yang penuh susu dan madu. Namun ketika 10 pengintai memberitakan kabar yang tidak baik mengenai negeri itu, mereka tidak percaya kepada janji yang Allah telah katakan kepada mereka. Ketidak percayaan ini membawa mereka untuk mentaati perintah Allah untuk memasuki negeri itu.

Ayat 34 – 39, menggambarkan suatu situasi dimana Bangsa Israel tidak mengusir Bangsa – Bangsa lain yang tinggal di tanah perjanjian itu. mereka bukan hanya melakukan hal itu, mereka juga berbaur dengan mereka dan bahkan mereka menyembah Allah mereka. Bahkan mereka melakukan perkara yang najib di hadapan Allah. Dengan kata lain, ketika mereka melakukan hal-hal ini, ini berarti mereka tidak mentaati perintah Allah yang telah membebaskan mereka.

Bukankah kita seringkali melakukan hal sama dengan Bangsa Israel. Kita seringkali tidak mentaati perintah-perintah Allah di dalam kehidupan kita. Bukankah seringkali kita melawan peraturan-peraturan Allah di dalam kehidupan kita.

Namun, ada kabar gembira untuk kita. Di tengah-tengah ketidaktaatan kita, ketidakpercayaan kita, dan pemberontakan kita, Allah masih mau menunjukkan kasih setianya di dalam kehidupan kita. Walaupun kita kadang-kadang melihat juga bahwa Allah menghukum umat-Nya yang berbuat dosa, namun tindakan itu merupakan bagian dari kesetiaan di dalam kehidupan kita.
Ayat 8 – 11, 44 – 46 menggambarkan kesetiaan Allah di dalam kehidupan. Allah itu setia, termasuk ketika kita mengalami kegagalan. Dia bahkan berkenan untuk mengulurkan tangan-Nya agar kita segera bangkit kembali.

Setiap kali Allah menjatuhkan penghukuman, Dia selalu mempersiapkan jalan untuk memulihkan kembali kehidupan dan hubungan dengan umat-Nya.
Saya dapat menyimpulkan bahwa kasih setia Tuhan jauh lebih besar, dan jauh melampaui ketidak setiaan kita dalam mengiring-Nya.
Jadi mari bapak, ibu, saudara, kita merenungkan kesetiaan Tuhan di dalam kehidupan kita. Di dalam situasi apapun di dalam kehidupan, mari kita tetap percaya, setia, dan taat kepada Allah kita, karena Ia adalah setia. Kesetiaan-Nya melampaui kesetiaan kita. kebaikan-Nya melampaui kebaikan kita.
Mazmur 30:6 Sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati. Sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai.

Selasa, 04 Maret 2008

Memberi

Memberi bukanlah suatu tindakan yang mudah untuk dilakukan oleh setiap orang. Manusia lebih memilih untuk menerima daripada memberi, karena memberi itu memerlukan pengorbanan. Namun Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa lebih baik memberi daripada menerima. Di dalam renungan ini, kita akan belajar dari kisah anak kecil yang memberikan makanannya yang sedikit kepada murid Tuhan Yesus, sehingga semua orang yang mendengarkan khotbah Tuhan Yesus tidak lagi merasa kelaparan.

1. Anak kecil dan Tuhan sadar akan kebutuhan yang ada.
Memang di dalam inji Yohanes, yohanes tidak menuliskan perasaan yesus terhadap orang banyak yang mengikuti-Nya. Namun kalau kita membandingkan cerita yang sama di dalam Injil-Injil yang lain, maka kita mendapatkan bahwa Yesus sangat mempunyai belas kasihan yang sangat dalam terhadap mereka (Mat. 14: 14; Mar 6: 34). Bahkan Yesus menggambarkan mereka seperti domba tanpa gembala (Lk 9: 13). Di Injil yang lain, para murid meminta Yesus untuk menyuruh mereka pergi dan mencari makan. Namun kata Yesus, kamu yang harus memberikan mereka makan. Di dalam teks kita, Yesus sadar akan kebutuhan makan untuk orang banyak ini. Namun murid-Nya, Phipus tidak sadar akan kebutuhan yang mendesak, yaitu orang banyak ini membutuhkan makanan. Dengan kata lain, Philipus dan murid-murid yang lain lebih mementingkan isi perust mereka sendiri daripada kebutuhan yang mendesak dari orang banyak yang mengikuti Yesus. Dengan kata lain, mereka bersifat egois dan tidak peduli terhadap orang lain.
Di dalam teks kitapun, Yohanes menuliskan dengan lebih mendetail mengenai dari mana datangnya lima roti dan 2 ekor ikan. Di dalam injil-injil yang lain, tidak ada keterangan mengenai hal ini. Anak kecil ini sadar bahwa banyak orang yang berada di sana tidak membawa dan mempunyai makanan seperti dia. Kesadarannya akan kebutuhan yang mendesak ini, membuat dia merelakan makanan bagi dirinya sendiri dimakan bersama-sama dengan khalayak ramai pada waktu itu. Dengan kata lain, dia tidak egois. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri. Dia juga sadar bahwa mereka juga membutuhkan makanan.
Bagaimana dengan kita? Apa kita memiliki kesadaran seperti ini? atau kita sedang mengembangkan sikap atau gaya hidup mementingkan diri sendiri. Di tengah-tengah kehidupan yang susah dan morat-marit, banyak orang hanya berfokus kepada kebutuhan dirinya sendiri. Mereka mengejar kepuasan dan kenikmatan hidup. Pada saat yang sama, mereka tidak peka dan sadar bahwa ada banyak orang di sekeliling mereka yang membutuhkan perhatian, nasihat, dan makanan. Pada sore hari ini, firman Allah mengajar kita untuk peka dan sadar akan kebutuhan-kebutuhan orang lain yang ada di sekitar kita. Memang tidak mudah untuk melakukannya, namun kita harus dapat melakukannya.

2. Keadaan ekonomi tidak dapat menjadi tolak ukur kita untuk sadar akan keperluan orang lain.
Lihat anak kecil ini, dari makanan yang dibawa oleh anak kecil ini kita mengetahui bahwa ia bukanlah dari keluarga yang kaya. Ia bukan dari keluarga berada di kelas menengah. Ia bukanlah seorang yang terkenal dan banyak uang. Ia hanya seorang yang berasal dari kelas orang miskin. Lihatlah walaupun ia berasal dari kelas orang miskin, ia sadar akan kebutuhan orang lain. Oleh karena itu, ia memberikan makanannya untuk dibagikan kepada khalayak ramai pada waktu itu. Walaupun ia sadar bahwa jumlah dari makanan yang dibawanya tidak cukup untuk orang yang sedang berkumpul pada waktu itu, ia tetap saja mau dan rela memberikan makanan itu kepada rasul andreas.
Bagaimana dengan kita? kita tidak perlu menjadi kaya terlebih dahulu, untuk memiliki sikap dan gaya hidup yang peka terhadap kebutuhan orang lain di sekeliling kita. Kita tidak perlu mempunyai makanan yang jumlahnya sangat banyak terlebih dahulu, baru setelah itu kita mempunyai sikap yang rela berbagi dengan orang lain. Kita dapat mengembangkan sikap peka terhadap kebutuhan orang lain dan sikap yang mau berbagi dengan orang lain mulai tingkat ekonomi yang kita punyai sekarang ini. Jadi ingat baik-baik: Apapun keadaan ekonomi kita, kita harus dapat mengembangkan sikap peka dan sadar akan kebutuhan orang lain.

3. Kalau kita mengembangkan sikap atau gaya hidup ini, maka kita akan mendapatkan imbalan yang setimpal.
Lihat apa yang terjadi dengan anak kecil ini? Apa yang dia peroleh? Anak kecil ini melihat mujizat yang belum pernah dia melihatnya. Ia melihat dengan lima roti dan 2 ekor ikan, semua orang dapat makan dengan kenyang. Bahkan ia memperoleh kelebihan dari apa yang dia telah persembahkan kepada Tuhan. Ia memperoleh 12 bakul makanan, yang dapat dia bawa pulang untuk keperluan keluarganya. Jadi dari apa yang dia berikan kepada Tuhan Yesus, ia mendapatkan 3 keuntungan. yang pertama: ia melihat mujizat yang besar. Yang kedua: ia mendapatkan 12 bakul untuk dibawa pulang ke rumahnya. Yang ketiga, yang tidak tercantum di dalam alkitab kita, yaitu: Ia menjadi orang yang terkenal. Kenapa? Karena setiap orang yang membaca alkitab pasti akan mengenal dan tahu siapa anak ini.
Bapak/ibu/saudara yang terkasih di dalam Tuhan, sadarlah bahwa apa yang kita berikan kepada sesama dan Tuhan kita dengan hati dan motivasi yang murni, suatu kali pasti akan dikembalikan Tuhan berlibat-lihat kali ganda. Namun terlebih dari berkat-berkat yang berbau jasmani, ada berkat yang luar biasa, yaitu: kita memperkenalkan Tuhan kita kepada orang lain atau kepada khalayak ramai. Melalui pekaan kita dan kepedulian kita terhadap kebutuhan orang lain, kita memperkenalkan siapa jati diri yang mendorong untuk melakukan hal itu, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Jadi marilah kita mengembangkan gaya hidup seperti ini: Sadar dan peka akan kebutuhan orang lain, dalam keadaan ekonomi apapun kita tetap dapat menjadi orang yang peka dan sadar terhadap kebutuhan orang lain, percayalah ada berkat yang menanti kita.