Selasa, 04 Maret 2008

Memberi

Memberi bukanlah suatu tindakan yang mudah untuk dilakukan oleh setiap orang. Manusia lebih memilih untuk menerima daripada memberi, karena memberi itu memerlukan pengorbanan. Namun Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa lebih baik memberi daripada menerima. Di dalam renungan ini, kita akan belajar dari kisah anak kecil yang memberikan makanannya yang sedikit kepada murid Tuhan Yesus, sehingga semua orang yang mendengarkan khotbah Tuhan Yesus tidak lagi merasa kelaparan.

1. Anak kecil dan Tuhan sadar akan kebutuhan yang ada.
Memang di dalam inji Yohanes, yohanes tidak menuliskan perasaan yesus terhadap orang banyak yang mengikuti-Nya. Namun kalau kita membandingkan cerita yang sama di dalam Injil-Injil yang lain, maka kita mendapatkan bahwa Yesus sangat mempunyai belas kasihan yang sangat dalam terhadap mereka (Mat. 14: 14; Mar 6: 34). Bahkan Yesus menggambarkan mereka seperti domba tanpa gembala (Lk 9: 13). Di Injil yang lain, para murid meminta Yesus untuk menyuruh mereka pergi dan mencari makan. Namun kata Yesus, kamu yang harus memberikan mereka makan. Di dalam teks kita, Yesus sadar akan kebutuhan makan untuk orang banyak ini. Namun murid-Nya, Phipus tidak sadar akan kebutuhan yang mendesak, yaitu orang banyak ini membutuhkan makanan. Dengan kata lain, Philipus dan murid-murid yang lain lebih mementingkan isi perust mereka sendiri daripada kebutuhan yang mendesak dari orang banyak yang mengikuti Yesus. Dengan kata lain, mereka bersifat egois dan tidak peduli terhadap orang lain.
Di dalam teks kitapun, Yohanes menuliskan dengan lebih mendetail mengenai dari mana datangnya lima roti dan 2 ekor ikan. Di dalam injil-injil yang lain, tidak ada keterangan mengenai hal ini. Anak kecil ini sadar bahwa banyak orang yang berada di sana tidak membawa dan mempunyai makanan seperti dia. Kesadarannya akan kebutuhan yang mendesak ini, membuat dia merelakan makanan bagi dirinya sendiri dimakan bersama-sama dengan khalayak ramai pada waktu itu. Dengan kata lain, dia tidak egois. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri. Dia juga sadar bahwa mereka juga membutuhkan makanan.
Bagaimana dengan kita? Apa kita memiliki kesadaran seperti ini? atau kita sedang mengembangkan sikap atau gaya hidup mementingkan diri sendiri. Di tengah-tengah kehidupan yang susah dan morat-marit, banyak orang hanya berfokus kepada kebutuhan dirinya sendiri. Mereka mengejar kepuasan dan kenikmatan hidup. Pada saat yang sama, mereka tidak peka dan sadar bahwa ada banyak orang di sekeliling mereka yang membutuhkan perhatian, nasihat, dan makanan. Pada sore hari ini, firman Allah mengajar kita untuk peka dan sadar akan kebutuhan-kebutuhan orang lain yang ada di sekitar kita. Memang tidak mudah untuk melakukannya, namun kita harus dapat melakukannya.

2. Keadaan ekonomi tidak dapat menjadi tolak ukur kita untuk sadar akan keperluan orang lain.
Lihat anak kecil ini, dari makanan yang dibawa oleh anak kecil ini kita mengetahui bahwa ia bukanlah dari keluarga yang kaya. Ia bukan dari keluarga berada di kelas menengah. Ia bukanlah seorang yang terkenal dan banyak uang. Ia hanya seorang yang berasal dari kelas orang miskin. Lihatlah walaupun ia berasal dari kelas orang miskin, ia sadar akan kebutuhan orang lain. Oleh karena itu, ia memberikan makanannya untuk dibagikan kepada khalayak ramai pada waktu itu. Walaupun ia sadar bahwa jumlah dari makanan yang dibawanya tidak cukup untuk orang yang sedang berkumpul pada waktu itu, ia tetap saja mau dan rela memberikan makanan itu kepada rasul andreas.
Bagaimana dengan kita? kita tidak perlu menjadi kaya terlebih dahulu, untuk memiliki sikap dan gaya hidup yang peka terhadap kebutuhan orang lain di sekeliling kita. Kita tidak perlu mempunyai makanan yang jumlahnya sangat banyak terlebih dahulu, baru setelah itu kita mempunyai sikap yang rela berbagi dengan orang lain. Kita dapat mengembangkan sikap peka terhadap kebutuhan orang lain dan sikap yang mau berbagi dengan orang lain mulai tingkat ekonomi yang kita punyai sekarang ini. Jadi ingat baik-baik: Apapun keadaan ekonomi kita, kita harus dapat mengembangkan sikap peka dan sadar akan kebutuhan orang lain.

3. Kalau kita mengembangkan sikap atau gaya hidup ini, maka kita akan mendapatkan imbalan yang setimpal.
Lihat apa yang terjadi dengan anak kecil ini? Apa yang dia peroleh? Anak kecil ini melihat mujizat yang belum pernah dia melihatnya. Ia melihat dengan lima roti dan 2 ekor ikan, semua orang dapat makan dengan kenyang. Bahkan ia memperoleh kelebihan dari apa yang dia telah persembahkan kepada Tuhan. Ia memperoleh 12 bakul makanan, yang dapat dia bawa pulang untuk keperluan keluarganya. Jadi dari apa yang dia berikan kepada Tuhan Yesus, ia mendapatkan 3 keuntungan. yang pertama: ia melihat mujizat yang besar. Yang kedua: ia mendapatkan 12 bakul untuk dibawa pulang ke rumahnya. Yang ketiga, yang tidak tercantum di dalam alkitab kita, yaitu: Ia menjadi orang yang terkenal. Kenapa? Karena setiap orang yang membaca alkitab pasti akan mengenal dan tahu siapa anak ini.
Bapak/ibu/saudara yang terkasih di dalam Tuhan, sadarlah bahwa apa yang kita berikan kepada sesama dan Tuhan kita dengan hati dan motivasi yang murni, suatu kali pasti akan dikembalikan Tuhan berlibat-lihat kali ganda. Namun terlebih dari berkat-berkat yang berbau jasmani, ada berkat yang luar biasa, yaitu: kita memperkenalkan Tuhan kita kepada orang lain atau kepada khalayak ramai. Melalui pekaan kita dan kepedulian kita terhadap kebutuhan orang lain, kita memperkenalkan siapa jati diri yang mendorong untuk melakukan hal itu, yaitu Tuhan Yesus Kristus. Jadi marilah kita mengembangkan gaya hidup seperti ini: Sadar dan peka akan kebutuhan orang lain, dalam keadaan ekonomi apapun kita tetap dapat menjadi orang yang peka dan sadar terhadap kebutuhan orang lain, percayalah ada berkat yang menanti kita.

Tidak ada komentar: